Thursday, October 30, 2008

Muhasabah #2


Satu bulan sudah kita meninggalkan bulan Ramadhan, bulan penggemblengan. Namun Allah memberikan banyak berkah dan ampunan di bulan itu. Bahkan amalan-amalan akan dilipatgandakan di bulan itu. Di awal Ramadhan banyak orang berlomba-lomba untuk menyambut berkah itu, namun di sepertiga kedua justru para peserta lomba itu sedikit demi sedikit menurun. Dan lebih ironis di sepertiga ketiga para peserta lomba itu semakin menurun. Masjid mulai berkurang shafnya, berbalik ke supermarket yang semakin ramai.
Ramadhan pergi , datanglah Syawal. Tanggal 1 Syawal umat Islam bersukaria dan disunnahkan untuk sholat Idul Fitri. Hari itu merupakan hari kemenangan, para peserta lomba diharapkan suci dan diibaratkan seperti bayi yang baru lahir tanpa dosa. Sekedar instrospeksi, benarkah kita suci di hari itu, jika ya, sudahkah kita mempertahankan kesucian di bulan Syawal dst ? Padahal Allah mewajibkan untuk puasa dengan harapan ... la allakum tattaquun, agar kita menjadi insan yang bertaqwa. Bulan Syawal adalah bulan "penguatan", bulan dengan harapan setiap muslim dapat mempertahankan amalan-amalan selama penggemblengan itu(baca:dikuatkan). Sekali lagi instrospeksi pada diri kita, sudahkah kita mempertahankan dan menguatkan. Bukankah yang terjadi di bulan Syawal sebagian umat Islam mensikapi bulan itu adalah bulan kebebasan dari sebuah belenggu ? Dapat kita lihat fenemomena di sekitar kita, tempat-tempat hiburan mulai dibuka, operasi minuman keras sudah jarang dengungnya, acara-acara TV mulai meninggalkan tayangan religius menuju tayangan fullgar seperti kebiasaan lamanya. Bagaimana dengan diri kita ??? Dimana penguatan-penguatan itu ? mengapa masjid semakin sepi dengan jamaah? Lantas dimanakah generasi tattaquun sebagaimana iming-iming dari Allah ?

Padahal Rasulullah pernah menyampaikan bahwa jika manusia mengetahui kelebihan-kelebihan bulan Ramadhan, maka mereka akan mengharapkan setiap bulan untuk dijadikan bulan Ramadhan. Mengapa kita mengesampingkan anjuran-anjuran Rasul yang merupakan uswah umat ini. Padahal Allah juga sudah menyampaikan di Qur'an surat Ali Imron 31 : Katakanlah, jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad)....
Lantas dimanakah syahadat yang kita baca minimal 9 kali dalam satu hari ???
Ya Allah ampunilah aku, ampunilah kami jika kami lalai, ampunilah umat ini ya Allah ....Amien Selengkapnya...

Wednesday, October 22, 2008

INSURANCE FOREVER ....


Ya Allah… perbaikilah bagiku agamaku, dialah sumber urusanku
Perbaikilah kehidupan duniaku, disanalah aku hidup
Perbaikilah akhiratku, padanyalah tempat kembaliku
Jadikanlah hidup sebagai panambah kebaikanku
Jadikanlah mati sebagai saat istirahatku dari segala keburukan


Allah ‘azza wajalla memang objektif dalam memandang hamba-Nya, tidak memandang orang biasakah kita atau darah-birukah kita, yang dipandang hanyalah kualitas keimanan dan ketulusan amal sholeh kita, yang dilihat hanyalah ketakwaan kita kepadanya. Allah memandang kita dengan cinta dan kasih sayang-Nya. Allah mengerti banget akan kemampuan masing-masing hamba-Nya dalam berbhakti kepadanya, makanya Dia selalu memberikan iming-iming pahala bila kita beramal sholeh dan menjewer kita serta memperingatkan dan mengancam kita dengan siksa-Nya yang sangat pedih dan kesulitan-kesulitan baik dunia maupun akhirat bila kita bermaksiat atau melenceng dari jalan-Nya.

Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya mengatakan: “ Apabila seseorang dari kamu memperbaiki keislamannya, maka setiap kebaikan yang ia lakukan akan dicatat disisi Allah dan dibalas dengan kebaikan sepuluh kali lipat bahkan tujuhratus kali lipat dan setiap keburukan dan kejahatan yang diperbuatnya maka akan dicatat baginya keburukan yang serupa hingga ia berjumpa dengan Allah ‘azza wa jalla (HR. Muslim)

Saudaraku… kita temukan di sini perintah;anjuran (targhib) dan peringatan (tahdzier), Dimana kita akan diberikan kebaikan dan balasan yang berlipat ganda bila kita memperbaiki keislaman, berusaha dengan gigih (mujahadah), ikhlas dan tulus menjalankan perintah dan nilai-nilai agama, yakin dengan sepenuh hati tanpa ada keraguan sedikitpun dengan eksistensi dan kekuasaan Allah serta keterlibatan-Nya dalam segala tindak tanduk kita, dalam segala gerak dan langkah kita, dalam segala kesuksesan dan kegagalan kita, dalam setiap hembusan nafas kita, dalm setiap kerlingan mata kita.

Bila kita interpretasikan lebih jauh makna berislam dengan baik, bahwa Allah akan memberikan pahala sepuluh hurup dari tiap huruf dalam Al-Qur’an yang kita baca, Allah akan mengganjar shalat kita yang satu raka’at menjadi sepuluh rakaat, Allah akan membalas kebaikan yang kita berikan kepada saudara kita menjadi sepuluh kebaikan dari sisinya, bila kita bersedekah seribu rupiah maka Allah akan melipatgandakannya menjadi sepuluhribu rupiah, memberi makan satu pakir miskin berarti makan kita selama sepuluh kali akan dijamin oleh Allah, sekali kita memberi makan saudara kita yang berbuka puasa, wah…double tuh kita dapat pahala yaitu pahala seperti orang yang berpuasa seperti yang di janjikan Rasulullah dalam hadits lain dan akan Allah jamin buka puasa kita sepuluh hari yang lain. Bila kita memberi satu pakaian untuk anak tetangga kita yang setiap lebaran tak pernah merasakan baju baru maka sama saja kita berinvest sepuluh pakaian untuk anak kita. Bila kita membangun tempat tinggal untuk keluarga yang rumahnya hampir roboh, itu artinya kita membangun sepuluh rumah di akhirat nanti. Subhanallah…
(source : wisatahati )
Selengkapnya...

Tuesday, October 14, 2008

HAI ... AKU DAPAT FITRAH ...


Istilah "fitrah" mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita. Lebih-lebih disetiap akhir Ramadhan umat Islam diwajibkan membayar "zakat fitrah" (bagi yang mampu), sehingga setiap kali kita mendengar kata "fitrah", terkadang pikiran kita tertuju dengan "zakat fitrah".
Di setiap akhir Ramadhan menjelang Idul Fitri, istilah ini kembali melekat. Bagi sebagian besar masyarakat kita yang berniat mudik atau silaturahim ke sanak saudara banyak yang mempersiapkannya dengan sedemikian seksama. Dari oleh-oleh sampai menyiapkan uang kertas yang masih baru untuk dibagikan kepada sanak saudara ( keponakan atau cucu-cucu dari keluarganya). Dan hal tersebut mungkin juga sudah dinanti-nantikan di setiap tahunnya oleh anak-anak, di akhir Idul Fitri mereka pun asyik menghitung perolehan "fitrah"nya.
Ini merupakan budaya yang positip di masyarakat kita, namun sekiranya memungkinkan budaya ini bisa kita lestarikan di luar bulan-bulan tersebut. Dan juga pemberian itu tidak harus diberikan kepada sanak saudara kita. Bukankah terkadang masih ada yang lebih membutuhkan dibandingkan dengan sanak saudara kita?
Perlunya pemberian "fitrah" atau infaq atau sodaqoh semestinya dapat kita lakukan setiap saat, bukankah Allah berjanji dalam Al Qur'an "Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).(QS Al An'aam 160). Dia ayat yang lain "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS Al Baqarah 261)

Dari ayat di atas, "fitrah" atau infaq atau sodaqoh bukan lagi sebagai budaya atau tradisi, tapi itu adalah kebutuhan bagi kita untuk persiapan bekal "mudik" yang abadi.
Wallahu a'lam Selengkapnya...

sabily