Tuesday, November 04, 2008

AKUNTANSI KEHIDUPAN


Kalau kita perhatikan dalam kehidupan kita, seringkali kita tidak obyektif dalam menghitung amal yang telah berlalu. Dalam pikiran kita yang muncul adalah banyaknya ibadah yang sudah kita lakukan. Shalat kita, puasa kita, bahkan sholat jamaah ke masjid, infaq yang sudah kita berikan atau mungkin tadarus Al Qur'an atau yang lain. Disini kita sering lupa mengabaikan hitungan dosa yang telah kita lakukan atau jumlah kewajiban yang sudah kita tinggalkan. Jika selama ini kita melakukan seperti itu, ada rasa bahwa seolah-olah pahala yang ada pada kita lebih banyak daripada dosanya. Sehingga merasa kurang berkepentingan untuk beristighfar, memohon ampunan Allah.
Mari kita coba merenung lebih dalam lagi, untuk menguji cara kita menghitung dosa, karena variabel inilah yang mungkin paling banyak diabaikan dalam menilai diri sendiri.
Jika kita berpikir telah menjauhkan diri dari dosa, adalah kita telah mengetahui bilangan pasti dari seluruh macam dosa ? Jujur saja rata-rata pengetahuan manusia tentang dosa masih terbatas, dan beberapanya masih terlalu global. Ada yang mengetahui riba itu dosa, tapi seperti apa praktik riba di jaman ini ? Bagaimana membedakan adat yang baik menurut syariat dengan adat yang syirik ? Atau bisa jadi sebagian atau sebagian besar masih samar dari pengetahuan kita.
Mungkin ada yang memberikan alasan, kita tidak dianggap berdosa karena belum tahu. Kalaupun alasan itu bisa diterima, tentu bukan dalam semua kasus. Kita harus jujur dalam mengukur, segigih apa usaha kita untuk mengetahui perkara-perkara yang haram itu? Keteledoran dalam mempelajari adalah dosa tersendiri. Abu Hurairah pernah ditanya seseorang, "Aku ingin mempelajari ilmu tapi khawatir kalau saya sudah tahu ilmunya lalu saya sia-siakan", beliau menjawab "cukuplah kamu dikatakan menyia-nyiakan ilmu jika kamu tidak mau belajar".

Disamping banyak perkara haram yang mungkin belum kita ketahui, banyak pula dosa yang sudah kita ketahui status haramnya, namun kita kadang terlena, terjerumus di dalamnya lantaran nafsu, terbujuk rayuan setan, kurang peka atau kadang untuk mendapatkan sekedar ridha orang lain. Berapa kali dalam sehari pandangan mata kita mendarat ke tempat haram, lalu kita menikmatinya. Begitupun dengan telinga, lebih-lebih lisan kita. Bisakah kita menghitung, berapa kali kita berdusta dalam hidup ini, atau berapa kali kita menggunjing teman-teman, saudara kita atau orang yang berada disekitar kita. Begitupun dengan dosa yang lain. Munmgkin hanya sedikit darinya yang masih ingat. Diantara yang kita ingatpun tidak selalu kita iringi dengan penyesalan dan istighfar. Sedangkan inti dari taubat adalah penyesalan. Kelalaian ini menuntut kita untuk istighfar, memohon ampunan Allah.(ar)

3 comments:

  1. Kucoba buat komentar lagi, ternyata bisa juga tuh
    Saran Mr M., jg sdh tak jajal

    ReplyDelete
  2. Manusia memang tempat nya salah dan lupa dan juga angkuh dan sombong semoga kita cepat menyadarinya

    ReplyDelete

Terimakasih anda telah berkomentar dengan santun ....

sabily